Friday, February 6, 2009

Dilema seorang dosen

Aku nggak tahu apa yang sedang dikerjakan Tuhan padaku beberapa hari terakhir ini. Hanya saja, aku merasa akhir-akhir ini aku mengalami banyak tantangan yang sejenis. Sebenarnya sih sejak aku jadi dosen, tantangan seperti itu mulai datang. Tapi akhir-akhir ini, frekuensinya menjadi lebih sering.

Beberapa waktu terakhir aku merasa berada di posisi terjepit di antara dua hal yang sama-sama pentingnya: KASIH dan KETEGASAN. Bergaullah dengan ratusan mahasiswa -dengan berbagai karakter dan latar belakang- kau pasti akan merasakan pergumulan yang sama. Apalagi kalau kau berada di posisi yang cukup memegang otoritas. Yah, beberapa orang mungkin menganggap -dan sebagian komentar juga sempat kudengar-, berada di posisi atas itu enak, prestisius, punya kuasa (dan beberapa di antaranya menganggap aku berubah karena itu). Tapi kalau boleh aku berkata jujur, bagian enaknya itu hanya secuil. Sedangkan tanggungjawab dan tantangannya? Jauh lebih besar dari itu!

Saat ini aku termasuk orang yang membuat beberapa kebijakan di jurusanku. Sejalan dengan itu itu, aku juga bertanggungjawab agar sistem/aturan yang ada tetap berjalan dengan baik. Tapi masalahnya, sistem/aturan adalah sesuatu yang sifatnya kaku, sementara sistem itu diciptakan untuk manusia yang sifatnya luwes. Di sinilah benturan kerap terjadi. Dan setiap orang yang bertanggungjawab sebagai pelaksana/penegak sistem akan sering mengalami dilema.

-bagi yang sudah mulai bingung dengan posting ini, silakan akhiri perjalanan anda di blog ini dan pindahlah ke situs lain yang lebih menyenangkan-


Aku sadar, dengan posisiku yang sekarang, aku akan sering menerima protes dari banyak orang. Lebih dari itu, mungkin rasan-rasan dan akhirnya kebencian. Tidak semua bisa menerima suatu kebijakan atau aturan tanpa protes. Dan ketika berhadapan dengan protes-protes itu, dilema terbesarpun muncul. Sebagai manusia, aku ini termasuk orang yang nggak tega'an. Pingin rasanya menghindarkan si mahasiswa dari kesulitan atau hukuman. Apalagi, aku sebenarnya punya karakter sanguin, yang cenderung ingin menyenangkan semua orang. Tapi itu jelas nggak mungkin. Apalagi sebagai pendidik, aku nggak bisa sekadar menyenangkan mahasiswa. Seorang pendidik tidak boleh hanya mengelus dan membelai, tapi adakalanya harus menegur dan menghajar.

Satu hal yang pasti, dalam kebijakan atau keputusan apapun yang kubuat, aku sadar aku harus terus memurnikan motivasi. Apakah semua itu dibuat untuk mendidik mahasiswa? Atau mempersulit mereka? Aku yakin...kalau motivasiku benar, meskipun sekarang mereka protes, bahkan membenciku, suatu saat mereka akan tahu...apa yang sedang kulakukan sekarang ini adalah bagian dari kerinduanku membentuk mereka menjadi manusia yang lebih baik dan tangguh. Yah...semoga saja mereka mengerti.

-aku jadi merasa menjadi J sesaat, menulis blog yang suram hehehe..-