“Kadang, oh bukan! Tapi sering, Tuhan menempatkan kita dalam kondisi yang nggak pernah kita bayangkan. Dan seringnya kita nggak bisa menerima kondisi itu...”Kalimat itu meluncur begitu saja saat Anton dan Nita makan sambil ngobrol dan merenungi nasib (ceileh!) hari Sabtu lalu. Kenapa sih kok sampai merenungi nasib segala? Ya karena itu tadi, saat ini kami berdua sama-sama berada dalam kondisi yang nggak pernah kami bayangkan sebelumnya. Beberapa tahun lalu kalau ada orang tanya ke Anton, “Kalau lulus, mau jadi apa?” Anton akan jawab, “Hakim, atau pengacara.”
Beberapa tahun lalu kalau ada orang tanya ke Nita, “Kalau lulus, mau jadi apa?” Nita akan jawab, “Jurnalis!”
Dan menjadi apakah kami sekarang, setelah sudah lulus dari Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Komunikasi? Anton jadi seorang Human Resources&General Affair (HR&GA) Staff, sedangkan Nita jadi seorang ibu dosen.
Lalu ke mana impian kami?
Dulu Anton terobsesi untuk jadi seorang penegak hukum, belajar keras tentang berbagai undang-undang dan punya impian untuk –setidaknya- bisa jadi garam dan terang di tengah kondisi hukum Indonesia yang amburadul ini.
Dulu Nita terobsesi jadi seorang jurnalis yang liputan, wawancara, menulis di koran atau majalah. Nita juga punya impian keliling dunia untuk menulis tentang sosial budaya, tempat wisata. At the end, I wish I could write some books!
And, we’re here now...work in a place which so far away from our dream..
Aku sendiri, sering sekali merenung dan bertanya pada Tuhan, “God, why You put me here? I’m not supposed to be here and do all of this thing! It’s not what I want and dream of.”
Buruknya lagi, sejujurnya aku merasa nggak pantas dan nggak mampu mengemban profesi ini. Dosen? Wah, semua pasti mikir, orang yang jadi dosen otaknya pasti encer! No, no!! Aku nggak sepinter itu! Aku bahkan sering minder dengan sesama teman dosen. Aku sering frustrasi waktu menyiapkan bahan untuk ngajar dan berusaha mencari cara supaya mahasiswa bisa mengerti apa yang akan aku jelaskan. Aku sering kelimpungan waktu ditanya tentang teori-teori dasar yang sudah aku lupakan. Maklum, dulu nggak kepikir sama sekali jadi dosen. Jadi jurnalis atau penulis kan nggak perlu hafal teori di luar kepala?? Jurnalis itu profesi yang praktis, bukan teoritis! Aku merindukan saat-saat aku lari ke sana sini untuk liputan, wawancara orang, merindukan saat-saat aku menghabiskan waktu untuk menulis. Tapi, sekarang sedikit sekali tulisan yang kuhasilkan. Dan rasanya aku makin jauh dari impianku.
Well, I’m getting frustrated because of this condition!
Then I hear myself say, “Exactly Nita! It’s not what you want, indeed. But, life is not about you and what you want, rite? Life is about what God wants you to do. It’s not about yours, but God’s will!
Wuuuh, it’s hard, you know! To except something that we never expect , even, think before!
Tapi itulah hidup! Hidup bukan tentang apa yang kita mau, tapi apa yang Tuhan mau! Tugas kita adalah mencari tahu apa yang bisa kita lakukan dalam situasi yang sudah ditetapkan Tuhan untuk kita.
Pasti Tuhan tetapkan Anton dan Nita di tempat kerja yang sekarang bukan tanpa tujuan. There’s something we have to do there. Apa itu? That’s what we have to find out!
Dulu aku pikir, menjadi penulis atau jurnalis adalah visi yang Tuhan berikan untukku. Aku berpikir untuk jadi seorang penulis Kristen yang bisa memberikan pengaruh positif, terutama saat media (novel, komik, majalah) sekarang ini makin membawa pengaruh negatif pada pembacanya. Lalu, saat aku jadi dosen dan berbulan-bulan tampaknya nggak akan dan nggak mungkin menghasilkan satu buku pun, aku jadi berpikir kalau aku semakin jauh dari visi yang Tuhan beri. Aku harus segera keluar dari tempat ini, itu yang aku pikirkan...
Tapi, ngobrol sama Anton hari Sabtu lalu, membuatku ingin belajar mengubah cara pandangku. Apalagi sore itu aku baru saja siaran bareng Pak Gito, dan dia bilang, “Kita harus belajar berpikir dari perspektif Allah, bukan dari perspektif kita.”
Sekarang aku memang tidak atau belum (well, maybe someday I will, only God knows!) jadi seorang jurnalis. Tapi aku sedang mendidik calon-calon jurnalis kan? Beberapa di antara mahasiswaku mungkin kelak ada yang akan jadi jurnalis. Sekarang tugasku adalah mempersiapkan mereka. Mungkin itu yang Tuhan ingin aku lakukan sekarang, dan aku harus memberikan yang terbaik dari apa yang bisa aku berikan. Lagian, kata Pak Andi di khotbahnya kemarin, “Segala sesuatu ada waktunya. Yang penting, selalu lakukan yang terbaik!”
Kadang yang membuat sulit adalah ketika kita tidak bisa menerima kondisi yang ditetapkan Tuhan untuk kita, lalu kita jadi putus asa dan frustrasi. Jadi, lebih baik kita pakai energi yang ada untuk bekerja keras dan melakukan bagian kita.
So, apa impianmu? Cita-citamu? Ambisi dan obsesimu? Apa visimu? :)
The point is: To God be the glory forever!
Selamat bergumul!
3 comments:
Setuju, Des... hiks... saya juga kepengen jadi penulis, Des, *bukan jurnalis loh*, tapi ya kok end up here... tapi somehow I know why God put me here... hehehehe.
belum end up kok jes. only God knows about tomorrow..
yeah, aku ya mulai lumayan why He put me here..tp masih perlu banyak penyesuaian dan menerima keadaan hehehe...
sori ada yg kurang td: 'mulai lumayan ngerti...
anyway, learn to give thanks in every condition, and do the best as for God -not for men- in everything
Post a Comment