Hi all! I'm back :)
Senaang karena tiga hari refreshing di Retret Pegawai (19-21 Juni). Untuk liputan langsung dari lapangan akan menyusul di posting berikutnya ya. Coz di posting ini aku pingin nulis tentang sesuatu yang menggelitik jiwa nasionalisku (cieeeeh...)
- Oh ya, wait! INTERUPSI..........Saya berduka lagiii...kali ini dukanya udah penghabisan..karena Tim Pizza dikunyah habis oleh Tim Matador hik..hik..Baiklah kalau begitu mulai babak semifinal ini saya berpindah hati ke Tim Panser......GERMAN! -
Sekian interupsi yang agak tidak penting :p
Back to the topic..
Kemarin, aku baca-baca Jawa Pos (JP). Koran edisi seminggu aku balik-balik, aku baca-baca, supaya tidak ketinggalan info. Maklum, seminggu kemarin sama sekali nggak sempat baca berita (kecuali euro :p), apalagi di akhir minggu malah hijrah ke luar kota.
Selain perkembangan kasus Munir, kondisi perlistrikan Jawa Bali yang nggak membaik, dan macem-macem berita politik -topik yang satu ini dibaca sekilas saja, karena maleeesss-, aku tertarik pada artikel feature di halaman utama JP edisi Selasa dan Kamis.
Judul artikel edisi Selasa:
George Quinn, Pakar Bahasa Jawa dari Australian National University
Berawal dari Larangan Dosen, Tersulit Kromo Inggil
Judul artikel hari Kamis:
Ki Sumarsam, 37 Tahun Jadi Duta Gamelan di Amerika Serikat
Lacak Jejak Gamelan Kuno sampai ke Gresik
Kenapa Nita tertarik??
1. Budaya asli Indonesia (kali ini Jawa), diusung, dipelajari, dan disukai oleh orang luar negeri! Buktinya? George Quinn (yang notabene asli bule) dan Ki Sumarsam mengajar di salah satu universitas besar di US (Wesleyan University) dan Australia (Australian National University). Bahkan, di kelas gamelan Ki Sumarsam, calon mahasiswa harus disortir karena saking banyaknya yang mendaftar! Sedangkan George Quinn, ditulis di artikel itu, sangat fasih berbahasa Jawa, mulai dari ngoko sampai krama.
2. Lalu bagaimana dengan warga negara Indonesia sendiri??
Ditulis di artikel itu, waktu Ki Sumarsam pulang ke Indonesia dan melanglang ke Gresik untuk mencari gamelan kuno, ternyata keberadaan gamelan itu sudah tak jelas lagi sekarang.
Sedangkan tentang bahasa, berapa glintir orang Jawa yang mampu berbahasa Jawa??
3. Dua artikel itu sendiri membuat Nita tertegur...Aku sendiri nggak bisa berbahasa Jawa. Bahkan, pelajaran Bahasa Daerah adalah salah satu pelajaran yang aku benci sejak SD-SMP. Musik Jawa? Jujur, malees sekali dengerin karawitan dan sejenisnya.
Jadi, seberapa besar aku mencintai budaya negeriku sendiri?
Sabtu lalu, waktu pulang dari Trawas, di jalan aku dengar adlib radio SS tentang FSS. Ada pertunjukan musik kontemporer, dan salah satu yang akan tampil adalah grup kolintang dan angklung dari Singapura. Well, waktu itu aku bertanya, "Kenapa harus dari Singapura? Apa sudah nggak ada lagi anak bangsa yang bisa memainkan alat musik tradisional?"
Jadi inget juga, waktu Bill Gates datang ke Indonesia. Ternyata SBY (presiden negara Indonesia!) baru ganti baju batik waktu lihat Gates pakai baju batik. Ironis yaa...
Aku nggak mau munafik. Bukan hanya generasiku yang mulai kehilangan rasa cinta pada budaya asli Indonesia. Aku sendiri pun -kalau mau jujur- juga agak malas belajar tentang budaya Indonesia, memakai produk dalam negeri. Padahal, sebenarnya produk kita nggak kalah lho sama produk luar negeri.
Beberapa bulan terakhir aku mulai suka pakai kain batik. Thank God, sekarang sudah banyak industri konveksi dan fashion yang mempopulerkan kain asli Indonesia itu.
Nah, kalau orang bule bisa tertarik pada budaya asli kita, kenapa kita nggak bisa mencintai budaya kita sendiri? Jangan-jangan, 10 tahun lagi kita sudah nggak lagi punya budaya, dan produk asli Indonesia sudah nggak dikenali lagi! Sekarang saja, hak paten atas produksi tempe dan tahu bukan lagi milik kita. Bahkan kain batik sudah dipakai sebagai corporate identity Singapore Airlines.
Perlu berapa lama lagi untuk membuat kita sadar kalau sudah tak ada lagi yang tersisa dari warisan budaya kita?
I Got the *Vid!
2 years ago
8 comments:
Nice post.. Jadi tertegur juga..
Hm, Jadi ingat pertanyaan simple dari temen2 waktu tu..
"Hapal lagu Indosenia Raya ga?"
Toeng... wele2.. Thx GOD na masi hapal.. Fiuhh..
Thx ya wat nice sharing na :)
Jbu
Iya, mizz..beneur banged. kalo org luar negri yg bikin sesuatu pake kebudayaan kita, kayaknya jadi bagus banget. Kayak teriyaki boyz dengan tokyo driftnya itu, terus jesse mc cartney dgn leavin' nya. Wuih, langsung dihargai sama org2 indonesia. Coba kalo yg bikin lagu org indonesia sendiri. Wah, gak bakal dilirik.
sedihnyaa...
Percaya ato nggak.. waktu saya dateng ke sebuah pernikahan di Melbourne (yang nikah orang indo dan orang aussie asli), disco time-nya pake DANGDUT!!! Dan mereka datengin penari jawa! Wuehhhh..... coba pernikahan kita... pasti kebarat2an dehhh.. saya juga sih... :D
i love batik en i love dangdut! I think it is quite enough to be acknowledged as an indonesian :P
kalau orang bule bisa tertarik pada budaya asli kita, kenapa kita nggak bisa mencintai budaya kita sendiri?
>>> jwbannya karena org laen selalu menganggap orang laen itu aneh dan lebih bagus... org bule anggep budaya kita bagus karena budaya nya dianggep unik..lha kita sudah males dan bosen sama budaya sendiri, jd suka budaya luar.. ya to, ketuker2 miss..
tapi kayaknya orang-orang luar tetep bangga tuh sama budayanya sendiri dan mereka berusaha pertahankan itu. ambil contoh bangsa jepang kan? cina juga...salah satu contoh, mereka keukeuh pertahankan bahasa mereka.
bahkan, mereka influence other country sampai ikut kagum sama budaya mereka. buktinya, di sini ada les-lesan bahasa mandarin&jepang.
nah kita?
kalo kita sendiri belum bisa respek dan bangga, then gimana bangsa lain bisa respek sama kita?
wuahahaha.. bener banget bu desy.. saya sebagai orang Indonesia asli, merasa terpukul dengan keadaan ini *halah2*.
Tapi emang bener sich.. hiks... So sad...
Iya, miss... di oz aja dulu laris kalo pelajaran bahasa asing pada ambil bhs indo (bule2nya)... lha skg klsnya gak laku gara2 bom bali org OZ jd males...
Post a Comment