Friday, September 26, 2008

A big question for me

Pagi tadi aku mendengar sebuah lagu yang sudah lama terlupakan. Sebuah lagu nasional yang membuatku merenung cukup lama. Mau tahu apa lagunya? Begini liriknya:

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

Masih ingat apa judul lagu itu? Ya, judulnya 'Pahlawan Tanda Jasa', atau sering juga disebut 'Hymne Guru'. Dulu, waktu SD, rasanya sering sekali menyanyikan lagu itu. Bahkan kalau nggak salah, lagu itu adalah lagu pilihan yang kunyanyikan waktu EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) Praktek Mata Pelajaran Kesenian di SD dulu. Hm, mendengar lagu itu, aku jadi berusaha mengingat-ingat...berapa guru yang 'selalu hidup dalam sanubariku' sampai sekarang? Dari guru TK sampai dosen di Universitas? Kalaupun ada, 'terukir' dengan cap yang seperti apakah mereka? Guru yang baik? Guru yang killer? Guru yang membosankan?

Thinking of myself now..Here I am, working as a part of academic community, as a LECTURER! Guru!

Yang secara materi, kalah jauh dengan teman-teman yang bekerja sebagai broker atau marketing.
Yang secara status jelas di bawah teman-teman yang menyandang jabatan supervisor atau manager.
Tapi menurut lagu ini, aku seharusnya diberi gelar 'Pahlawan Tanda Jasa', yang menjadi pelita dalam kegelapan, penyejuk dalam kehausan, dan patriot pahlawan bangsa.
Aku tersenyum kecut membayangkan hal itu!
Sadar kembali akan peranku, tugasku...
Seharusnya aku bukan hanya tukang transfer ilmu dan teori, tapi juga sharing bout life..
Bukan hanya memberi tugas atau ujian kuliah, tapi mempersiapkan mereka untuk menghadapi ujian hidup..
Bukan hanya mengajar, tapi juga mendengar keluhan dan masalah mereka..

Aku yang sekarang....masih jauh dari itu...
Aku yang sekarang...mungkin masih sering berpikir untung-rugi seorang dosen...
Aku yang sekarang, masih sering mengeluh tentang mahasiswaku..

So, quoting what Mr Jangkung said yesterday,
"What kind of lecturer I prefer to be?"




Tuesday, September 23, 2008

I learn from them!

Tadi siang aku datang ke Dies Natalis (ulang tahun) Universitas tempat aku bekerja. Tahun ini usianya genap 47 tahun. Sejak masih mahasiswa sampai sudah jadi pegawai, aku beberapa kali datang ke acara Dies Natalis Universitas. Di tengah segala acara protokoler (sambutan dan laporan), ada satu acara yang selalu menarik buatku. Setiap tahun, Universitas memberikan penghargaan kepada pegawainya yang sudah bekerja lebih dari 20 tahun dan lebih dari 30 tahun.

Aku lupa apa tepatnya nama penghargaan yang diberikan, tapi aku selalu mendapati fenomena yang sama.
Jumlah total pegawai yang mendapat penghargaan karena lama mengabdi biasanya sekitar 20 orang. Uniknya, sebagian besar dari peraih penghargaan itu adalah bapak-bapak satpam atau petugas ruangan atau bapak/ibu TU. Sedangkan dosen tidak terlalu banyak. Aku jadi berpikir, kenapa mereka yang ‘sepertinya’ tingkat pendidikannya tidak terlalu tinggi, tapi bisa bertahan bekerja di satu tempat selama puluhan tahun? Mungkin ada yang bilang, “Justru karena kualifikasinya tidak terlalu tinggi, kesempatan mereka pindah kerja juga jadi kecil.” Ada juga yang bilang, “Orang kecil itu nggak mikir neko-neko, nggak berani ambil risiko untuk pindah-pindah kerja.” Mungkin anggapan-anggapan itu ada benarnya. Tapi aku teringat pada satu kata lagi yang mungkin bisa menjelaskan fenomena itu: LOYALITAS!

Mereka, meskipun tidak bergelar Master atau DR. atau Profesor, bahkan mungkin nggak sampai tamat SMA, tapi mereka justru punya modal kesetiaan. Mereka tidak berpikir untuk pindah kerja karena sudah berpikir untuk mengabdi hanya untuk satu tuan. Mereka terus bertahan, meski mungkin gaji yang didapat tidaklah terlalu banyak. Mungkinkah mereka bisa lebih mengucap syukur, lebih mudah merasa cukup dan puas dibanding orang-orang bergelar banyak, yang sering mudah tergiur pada tawaran yang lebih menjanjikan. Wong cilik mungkin hanya berpikir ‘asal cukup’, sedangkan orang-orang pintar terus memutar otak untuk mendapatkan yang lebih baik, lebih banyak..

Well, aku nggak bermaksud menyamaratakan bahwa orang-orang yang berpendidikan tinggi tidak setia. Tapi aku kagum pada bapak satpam, bapak petugas ruangan, ibu TU yang bisa bekerja sampai puluhan tahun di satu tempat. Sering kita justru harus belajar dari orang-orang sederhana.

Kalau ditanya, “Kamu bakal seperti mereka nggak?” Honestly, I don’t know! Aku belum tahu sampai di mana tingkat kesetiaanku pada tempat kerjaku, apalagi mengingat gerutu-gerutu yang sering keluar karena ketidakpuasan. Mungkin aku memang tidak sehebat mereka. Two tumbs up for them!

Wednesday, September 17, 2008

What next?

Salah satu tantangan yang berat ketika kita beranjak dewasa adalah saat harus membuat life plan!

Kenapa?

Karena itu berurusan dengan masa depan kita

Apa yang kita rencanakan sekarang, apa yang kita putuskan hari ini...mempengaruhi apa yang akan terjadi di masa depan kita..

Wuaaah...

jujur saya khawatir...

wajar kan?

Wednesday, September 3, 2008

Time to say goodbye

We've been best friends for more than 8 years...

Close friends...

Nggak ada rahasia, nggak ada yang ditutup-tutupi...

Saling curhat, saling ejek, saling dukung, saling hibur...

Tapi, selalu ada saat untuk berpisah, tak bisa terhindarkan...

Yah, kadang mikir juga...kenapa ya kita kok nggak bisa selamanya jadi anak-anak?

Tertawa bareng, nangis bareng, konyol-konyolan bareng...

But this is life...kalau sudah dewasa...semua orang harus menentukan pilihannya masing-masing, dan menjalani hidupnya sendiri-sendiri...

We're still friends...but, I think everthing will never be the same...



As we go on...


we remember...


all the times we had together...


And as our lives change...


come whatever...



We will still be....

FRIENDS FOREVER...

- dedicated to someone who call his name: 'orang yang lahir 1000 tahun sekali'-

Tuesday, September 2, 2008

It's not easy!

Noah : Would you just stay with me?
Allie : Stay with you? What for? Look at us, we're already fightin'
Noah : Well that's what we do, we fight... You tell me when I am being an arrogant son of a bitch and I tell you when you are a pain in the ass. Which you are, 99% of the time. I'm not afraid to hurt your feelings. You have like a 2 second rebound rate, then you're back doing the next pain-in-the-ass thing.
Allie :
So what?
Noah : So it's not gonna be easy. It's gonna be really hard. We're gonna have to work at this every day, but I want to do that because I want you. I want all of you, for ever, you and me, every day. Will you do something for me, please? Just picture your life for me? 30 years from now, 40 years from now? What's it look like? If it's with him, go. Go! I lost you once, I think I can do it again. If I thought that's what you really wanted. But don't you take the easy way out.
Allie : What easy way? There is no easy way, no matter what I do, somebody gets hurt.

(quotes from 'The Notebook' -2004)

Fight...
Ego...
Pride...
Love?
It's not easy....really...it's not easy!

Kawasan Tanpa Rokok, masa sih?

Tadi pagi waktu perjalanan ke kantor, aku mendengar berita di radio tentang gagalnya pengesahan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Kawasan Tanpa Rokok di Surabaya. Katanya sih, Raperda itu gagal disahkan karena jumlah anggota Dewan tidak quorum, dan ada juga anggota yang mengaku belum mempelajari Raperda itu...hhhh....

Hm, mendengar berita itu, jujur aku agak skeptis....aku sih senang-senang saja (sangat senang, malah), kalau Raperda itu disahkan (mengingat diriku sangat anti dengan yang namanya rokok!). Tapi yah, seperti semua peraturan yang ada di negara ini, aku sangat menyangsikan implementasinya. Sekarang saja Raperda itu jadi pro dan kontra. Manusia-manusia cerobong asap (smokers, Red) pastilah nggak setuju dengan peraturan itu. Tapi, kalaupun nantinya Raperda itu disahkan, apa iya akan betul-betul dilaksanakan, plus dengan hukumannya??? Sabtu lalu aja, waktu aku pulang dari Jakarta, di bandara Cengkareng banyak sekali asap rokok mengepul dari para pecinta tembakau (bahkan di sebelah papan bertuliskan: NON SMOKING AREA!!!)

Nah, melihat kondisi itu (dan juga di tempat-tempat lainnya), aku sangat sangsi kalau aturan Kawasan Tanpa Rokok benar-benar akan dipatuhi dan dijalankan dengan sungguh-sungguh. Akibatnya, miliaran rupiah dikeluarkan untuk biaya sosialisasi, spanduk, papan pengumuman....dan asap rokok tetap berhembus...

Fuh!