Sudah lama aku prihatin pada perkembangan musik Indonesia. Beberapa tahun belakangan ini, kualitasnya makin parah saja. Okelah, kalau masalah melodi, teknik bermusik, de el el, biarlah orang yang paham musik saja yang mengkritisi. Aku bukan orang yang tepat untuk memberi komentar soal itu. So, biarlah aku mengomentarinya dari sisi orang awam.
Dulu, saat dengar lagu-lagu besutan penyanyi-penyanyi Indonesia, saya benci, tidak suka, dan risih. Bayangkan saja, siapa yang nggak risih dengan lirik lagu, "Jadikan aku yang kedua."; "Akulah makhluk Tuhan yang paling sexy."; "Cari pacar lagi.", "Kamu di mana, dengan siapa, sedang berbuat apa blabla..", dan masih banyak puluhan, bahkan ratusan lirik lagu yang liriknya sama sekali tidak membangun. Jangankan menikmati, bahkan untuk mendengarpun kalau bisa aku hindari. Tapi ya sejauh itu sih sikapku pada lagu-lagu Indonesia. Aku nggak berpikir tentang efeknya. Lebih tepatnya udah nggak mau mikir efeknya, soalnya aku yakin lagu-lagu itu nggak akan ngefek ke aku. Wong untuk dengerin aja jijik! Apalagi mikirnya! Capek!
Tapi, sebulan terakhir aku mulai berpikir lagi tentang efek negatif lagu-lagu itu. Gara-garanya, bulan lalu aku mengajak Abi *anak Pak Gito yang baru berumur 4 tahun* jalan-jalan. Kami mengunjungi salah satu toko buku terbesar di Surabaya. Kebetulan waktu itu aku juga ada janji dengan dua mahasiswa untuk bimbingan skripsi. So, daripada berlama-lama di toko buku (dan daripada aku gelap mata pada semua buku yang dipajang), aku mengajak Abi ke cafe di lantai dua. Nggak lama setelah pesan makanan, dua mahasiswaku datang. Otomatis aku nggak bisa perhatiin Abi lagi, aku harus konsentrasi bimbingan. Berhubung Anton belum datang, akhirnya aku minta Abi main sendiri dengan buku gambarnya. Aku pinjami dia spidol-spidolku. Tapi yang namanya anak kecil -apalagi yang hiperaktif kayak Abi-, pasti tidak puas mengerjakan satu jenis aktivitas. Akhirnya matanya teralih ke TV yang dipasang di dinding cafe itu. Aku ikut melirik sebentar, oh ternyata sedang tayangan kartun Mr. Bean. Okelah, nggak masalah, nggak terlalu berbahaya. Aku asyik lagi ngobrol dengan mahasiswaku. Nggak lama kemudian, ternyata tayangan Mr. Bean selesai, dan channel TV rupanya diganti. Aku sempat melirik lagi, aduh..konser musik Indonesia. Aku menggerutu pada muridku, "Malese denger lagu-lagu gini!" Mereka tertawa. Tapi ya apa daya, wong bukan di rumahku, jadi ya nggak bisa ganti channel seenaknya. Lagu berikutnya benar-benar membuatku tersentak! Aku nggak tau pasti judul lagunya, tapi yang jelas di liriknya ada kata 'bajingan', dan itu diulang berkali-kali!! Aku jadi bingung melihat ke Abi. Fyi, Abi ini termasuk sangat cerdas untuk anak umur 4 tahun. Salah satu indikasinya, dia cepat menyerap informasi dan mengulang/menirukan informasi itu. Bayangkan!! Kalau dia berkali-kali mendengar kata 'bajingan', tidakkah kata itu lama-lama akan melekat di otaknya?? Memang sih dia belum ngerti arti kata-kata itu, tapi kan tetap aja itu bukan kata-kata yang mendidik?
Sekarang aku jadi berpikir lagi tentang efek lagu-lagu Indonesia, terutama untuk anak-anak kecil. Akan jadi apa mereka, kalau otaknya dipenuhi lirik-lirik lagu macam itu?? Walaupun mereka belum mengerti apa arti kata-katanya, tapi justru di situlah bahayanya. Bayangkan kata-kata *yang bahkan untuk orang dewasa saja nggak layak* meluncur dari bibir anak-anak kecil. Mereka sekadar meniru, menyanyikannya.
Duh aduh, apa artis-artis, pencipta-pencipta lagu itu nggak mikir bahayanya lagu-lagu mereka itu ya???
*jadi inget, di tayangan TV waktu itu, si penyanyi selalu menyodorkan mic ke arah penonton pada saat kata 'bajingan' dinyanyikan. Gosh!!*
Done Giving A
6 years ago
1 comment:
Yang penting dapet duit, Des, lagi krisis ini.. hehehehe.
Tapi aku setuju kok dengan tulisanmu. Aku juga nggak rela membiarkan kuping ini mendengarkan lagu2 indonesia. Eh, tapi ada lagu2 indonesia yang bagus kan.
Contohnya: Single Happy (Oppie Andaresta) dan Laskar Pelangi (Nidji). Lagu2 project pop juga oke lho.. hehehe... *penggemarnya nehhh*
Post a Comment