Beberapa hari ini, cuaca di Surabaya cukup unik.
Panas terik menyengat dari pagi hingga siang.
Menjelang sore (sekitar pukul 15.00), warna langit mulai berubah.
Cuaca cerah berganti kelabu. Awan mendung menggulung dan menyapu langit putih.
Tak lama kemudian gerimis mulai menitik. Tak jarang hujan disertai angin kencang langsung menyambut.
Perubahan cuaca yang drastis itu juga kualami kemarin sore.
Sepanjang hari cuaca sangat cerah, bahkan cenderung gerah.
Menjelang pukul tiga sore, cuaca mulai berubah.
Guntur mulai menggelegar dengan gagahnya. Dan, turunlah titik demi titik air hujan.
Aku terduduk lesu. Kupandangi diriku yang sudah rapi, siap berangkat ke gereja.
Kubayangkan diriku harus menerjang derasnya hujan. Dengan sepeda motor, tentu satu-satunya perlindungan hanyalah jas hujan *yang masih bisa ditembus oleh hempasan angin*.
Aku mulai berdoa, "Tuhan, tolong buat hujannya reda..."
Dan, hujan masih terus menetes.
Aku berdoa lagi, "Tuhan, tolong supaya hujannya reda..."
Angin masih menderu di luar sana.
Aku kembali berdoa, disertai sedikit protes, "Tuhan, tolonglah...aku kan mau ke gereja."
Tapi air hujan masih terus membasahi bumi dan guntur masih bertalu-talu.
"Tuhan, kenapa hujan turun sekarang? Seandainya turun tadi pagi atau tadi siang kan lebih baik.
Kenapa justru hujan saat aku mau ke gereja? Perjalananku bakal sulit kalau hujan...
Ayolah Tuhan, buat hujannya reda ya...Aku toh mau ke gereja, bukan ke mall atau jalan-jalan."
Lama aku berkutat dengan 'permohonanku' itu. Berharap ada keajaiban, berharap Tuhan iba terhadapku, dan mengabulkan 'rayuanku'.
Tapi hujan terus turun, bahkan semakin deras.
Aku menghela nafas...Ok, doaku sama sekali tak mempan!
Kembali aku merenung....sekaligus tertegun!
Beginilah aku, beginilah manusia.
Saat meminta, selalu ingin dikabulkan.
Bahkan, aku sering merasa lebih pintar dari Tuhan, sering mengajari Tuhan.
"Tuhan, aku minta ini ya...ini yang paling baik untukku."
"Tidak Tuhan, jangan yang itu, yang begini yang lebih baik."
Lalu saat permintaan-permintaan itu tak terkabul, aku sedih, aku kecewa.
Padahal, siapa aku, sehingga aku berani merasa lebih pintar dari Tuhan?
Siapa aku, sehingga aku menuntut Tuhan untuk selalu menuruti permintaanku?
Siapa aku, sehingga aku merasa paling tahu apa yang terbaik untukku?
Siapa aku, sehingga aku merasa berhak memprotes Tuhan?
Bukankah Dia Allah yang berdaulat atas alam semesta?
Bukankah Dia Allah yang rencanaNya sudah ada sejak kekal sampai kekal?
Kalau kita menonton sebuah film, kita berhak memprotes jalan ceritanya.
Kita berhak mengkritik endingnya yang menurut kita kurang bagus.
Film digarap oleh manusia. Skripnya ditulis oleh manusia.
Manusia yang terbatas, yang punya banyak kekurangan.
Manusia yang punya banyak motivasi saat membuat sebuah film.
Tapi kalau skenario hidup kita?
Hidup kita tidak dirancang oleh seorang manusia biasa yang terbatas dan penuh kelemahan.
Hidup kita dirancang dan diatur oleh Sutradara Agung yang sempurna!
Hidup kita tidak dirancang dengan plan A, plan B, plan C, dan bisa diubah sewaktu-waktu tergantung sikon.
Hidup kita sudah ditetapkan oleh kedaulatan Tuhan, jauh sebelum kita dilahirkan, bahkan jauh sebelum dunia ini dibentuk.
Jadi, apakah kita berhak protes?
Apakah kita berhak mengatur Tuhan?
Apakah kita berhak menuntut Tuhan mengubah rencanaNya demi keegoisan kita?
SAMA SEKALI TIDAK.
Aku percaya, Tuhan sengaja merancang hidup manusia penuh dengan dinamika.
Ada saatnya cuaca begitu cerah.
Ada saatnya mendung kelabu.
Ada saatnya angin berhembus sepoi-sepoi, sejuk dan nyaman.
Ada saatnya badai dan angin ribut menerpa.
Yang pasti, hidup sudah dirancang sesuai dengan skenarioNya, bukan keinginan kita.
Ada saatnya badai reda, tapi ada saatnya hujan terus menetes.
RencanaNya tidak bergantung pada permintaan kita.
KehendakNya tidak bergantung pada rengekan kita.
Tapi satu hal yang pasti, Dia merancangkan semuanya untuk kebaikan.
Entah di saat badai atau cerah, di saat sejuk atau hujan, Dia adalah Allah yang setia dan adil.
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN,
yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
-Yer 29:11-